![]() |
sumber foto: http://agungprasetyo.net/activities/besarnya-cinta-rasulullah-s-a-w |
Apa sebenarnya makna
dari shalat lima waktu? Shalat lima waktu sebenarnya merupakan gambaran
dari berbagai kondisi kita yang berbeda-beda sepanjang hari. Kita
melewati lima tahapan kondisi pada saat sedang mengalami musibah dan
fitrat alamiah kita menuntut bahwa kita harus melewatinya. Pertama,
adalah ketika kita mendapat gambaran bahwa kita akan menghadapi musibah.
Sebagai contoh, bayangkan ada surat panggilan bagi kita untuk menghadap
ke suatu pengadilan. Kondisi pertama ini akan langsung meruyak rasa
ketenangan dan keteduhan kita. Kondisi seperti menerima surat panggilan
pengadilan ini mirip dengan saat ketika matahari mulai menggelincir.
Sejalan dengan kondisi keruhanian tersebut ditetapkanlah shalat Dhuhur
yaitu ketika matahari mulai menggelincir.
Kita mengalami kondisi kedua
ketika kita sepertinya mendekat kepada tempat musibah terjadi. Sebagai
contoh, setelah ditahan berdasar surat panggilan, tiba waktunya kita
diajukan ke hadapan hakim. Pada saat demikian kita merasakan kegalauan
perasaan dan beranggapan bahwa semua rasa keamanan telah meninggalkan
diri kita. Kondisi seperti itu mirip dengan keadaan ketika sinar
matahari mulai suram dan manusia bisa melihat matahari secara langsung
serta menyadari bahwa sebentar lagi matahari itu akan terbenam. Sejalan
dengan kondisi keruhanian seperti itu maka ditetapkanlah shalat Ashar.
Kondisi ketiga adalah keadaan
ketika kita merasa kehilangan segala harapan memperoleh keselamatan dari
musibah. Sebagai contoh, setelah mencatat bukti-bukti tuntutan yang
akan membawa kehancuran diri kita, kita didakwa dengan bentuk
pelanggaran dimana telah disiapkan surat dakwaan. Pada saat demikian,
kita merasa sepertinya kehilangan semua indera dan mulai berfikir
menganggap diri sebagai narapidana. Kondisi seperti itu mirip dengan
saat ketika matahari terbenam dan harapan melihat terang hari sudah
pupus karenanya. Diperintahkanlah shalat Maghrib yang sejalan dengan
kondisi keruhanian demikian.
Kondisi keempat adalah ketika
kita ditimpa musibah secara langsung dimana kegelapannya yang kelam
telah menyelimuti diri kita. Sebagai contoh, setelah pembacaan
bukti-bukti maka kita sepertinya lalu divonis dan diserahkan untuk
dipenjarakan. Kondisi seperti itu mirip dengan keadaan malam ketika
semuanya diselimuti kegelapan yang kelam. Untuk kondisi keruhanian
seperti itu ditetapkanlah shalat Isya.
Setelah menghabiskan satu kurun
waktu dalam kegelapan dan penderitaan, datanglah rahmat Ilahi yang
meluap mengemuka dan menyelamatkan kita dari kegelapan dengan datangnya
fajar yang menggantikan kegelapan malam dimana sinar pagi mulai muncul.
Shalat Subuh ditetapkan untuk kondisi keruhanian seperti itu.
Berdasarkan kelima kondisi yang
berubah terus tersebut maka Allah s.w.t. telah mengatur shalat lima
waktu bagi kita. Dengan demikian kita bisa memahami bahwa shalat
tersebut diatur waktunya bagi kemaslahatan kalbu kita sendiri. Bila kita
menginginkan keselamatan dari segala musibah, janganlah kita sampai
mengabaikan shalat lima waktu karena semua itu merupakan refleksi dari
kondisi internal dan keruhanian kita. Shalat merupakan obat penawar bagi
segala musibah yang mungkin mengancam. Kita tidak pernah mengetahui
keadaan bagaimana yang dibawa oleh hari berikutnya. Karena itu sebelum
awal hari, mohonlah kepada Tuhan kita yang Maha Abadi agar hari tersebut
menjadi sumber kemaslahatan dan keberkatan bagi kita.
0 Response to "Falsafah Shalat Lima Waktu"
Posting Komentar